M. Rikza Chamami
Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang
& Dosen UIN Walisongo
Hari Sabtu Kliwon,
22 Oktober 2016 bertepatan dengan 21
Muharram 1438 menjadi momentum spesial bagi bangsa Indonesia. Saat itulah
peringatan hari satri untuk yang kedua kali diperingati setelah Presiden Jokowi
menetapkan Kepres Nomor 22 tahun 2015 tentang Hari Santri. Dan selalu saja ada
yang menarik dari pernak-pernik peringatan hari santri itu.
Yang pasti, hari
santri ini ditetapkan atas dasar jasa para ulama bersama para santrinya
berjuang membela negara dari ancaman penjajah. Ulama nusantara sangat jelas
perannya dalam merencanakan dan memperjuangkan kemerdekaan. Namun lebih dari
tujuh puluh tahun kemerdekaan bangsa ini, ulama seakan tidak dianggap sebagai
pejuang kemerdekaan. Maka ketika Jokowi memberikan hadiah “hari santri” ini,
semakin nyata bahwa jasa ulama sangat besar bagi Indonesia.
Lalu milik siapa
hari santri? Pertanyaan ini muncul belakangan setelah gebyar hari santri tahun
2015 melahirkan banyak terobosan nyata. Seantero nusantara dan bahkan belahan
dunia digegerkan dengan trending topic hari santri nasional. Kegiatan
kirab santri dan event lainnya juga secara kompak digelar di hampir tempat
seperti kantor pemerintah, rumah ibadah, lembaga pendidikan dan lainnya. Jadi,
hari santri ini milik semua bangsa Indonesia.
Kurang tepat menyebut
hari santri ini hanya milik organisasi masyarakat tertentu saja. Perlu
ditegaskan kembali, bahwa hari santri adalah milik semua bangsa Indonesia. Lalu
kenapa masih ada yang menolak hari santri? Semestinya tidak menolak, akan
tetapi ingin mencari garis sanding pemaknaan hari santri yang tepat. Bahwa hari
santri itu tidak hanya milik kaum sarungan dan kerudung, tapi untuk yang
bercelana dan berhijab modern.
Sangat sederhana
sekali semestinya kalau kita mau memaknai hakikat hari santri. Yaitu, hari
dimana para rakyat Indonesia memekikkan kata “Merdeka dan Ganyang Musuh
Indonesia”. Dan saat itu, perjuangan untuk meraih kemerdekaan dilakukan oleh
seluruh rakyat Indonesia tidak pandang bulu. Semua bersatu padu merebut
kemerdekaan, termasuk para santri. Itu yang perlu dicacat secara baik.
Pilihan tanggal 22
Oktober sebagai hari santri inilah yang kemungkinan masih menjadi pertanyaan.
Memang di tanggal 22 Oktober 1945 terjadi fatwa resolusi jihad dari KH Muhammad
Hasyim Asy’ari. Dimana para pemuda-santri diminta untuk wajib melawan penjajah.
Maka terjadilah peristiwa heroik 10 November 1945 yang kemudian disahkan
sebagai hari pahlawan. Perlawanan sengit dengan penjajah 10 November tidak akan
sukses jika tidak didahului fatwa resolusi jihad.
Disinilah makna
hakikat hari santri, dimana perjuangan meraih kemerdekaan itu tidak mudah.
Setelah proklamasi berjalan, masih ada musuh-musuh bangsa yang ingin
memecahbelah Indonesia. Dan disini, pemuda-santri tampil melakukan perlawanan
secara nyata untuk menghadang dan memukul penjajah hingga kemerdekaan itu
berada di tangan bangsa Indonesia.
Semangat santri
untuk membawa Indonesia merdeka bukan isapan jempol bekala. Namun ada proses
spiritual yang harus dijalani. Para santri sebelum melawan penjajah dilatih
dengan ilmu tirakat dan riyadlah melalui puasa dan dzikir. Selain itu, santri
dilatih secara fisik agar kuat menghadapi meriam dan peluru musuh. Itu semua
dilakukan dengan proses spiritualisasi agama demi bangsa Indonesia.
Maka, momentum hari
santri 2016 menjadi tepat jika semua bangsa Indonesia bangkit menjaga
nasionalisme sejati. Bangsa kita sudah merdeka dan harus dijaga kemerdekaan itu
dengan semangat persatuan dan kesatuan. Akhir-akhir ini banyak sekali ancaman
desintegrasi bangsa, maka seluruh bangsa Indonesia perlu bangkit untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Santri, menjadi
salah satu komponen bangsa Indonesia berkomitmen melanjutan fatwa resolusi
jihad Mbah Hasyim. Maka siapapun yang melawan kedaulatan Indonesia akan
berhadapan dengan aparat keamanan. Dan santri akan turut serta di dalamnya. Pancasila
sudah menjadi simbol kejayaan bagi negeri ini. Dan NKRI menjadi harga mati yang
tidak boleh ditawar-tawar kembali.
Maraknya gerakan
mendirikan negara Islam dengan sistem khilafah di Indonesia, adalah bukti
kegagalan rakyat dalam memahami konsep kenegaraan. Indonesia adalah negara
hukum yang taat melaksanakan konsep kehidupan Islami. Dimana Islam yang hadir
di tengah masyarakat adalah Islam rahmatan lil ‘alamin; Islam yang
memberikan kedamaian dan kemanusiaan.
Pesan menjaga
kedaulatan NKRI saat hari santri harus benar-benar diwujudkan. Jangan sampai
bangsa kita rela dijajah oleh siapapun. Negara kita harus berani mandiri dan
berdaulat. Rakyat Indonesia juga perlu dikuatkan ilmu pengetahuannya seraya
dengan mengasah potensi ekonomi. Agama juga perlu dijadikan perekat kehidupan
bangsa. Selamat hari santri bagi seluruh bangsa Indonesia.*)