REPARASI MORAL ANTI KORUPSI


Korupsi sudah dinyatakan sebagai penyakit menular yang berbahaya. Maka keberadaannya selalu dijadikan topik bahasan tentang strategi penghentian perilaku korupsi ini. Salah satunya adalah dengan pola pendidikan anti korupsi yang ditanamkan sejak dari kecil. Bahkan dunia pendidikan juga diarahkan selalu memasukkan materi pendidikan anti korupsi di semua mata pelajaran.
Dalam rangka mengawal pendidikan anti korupsi ini, maka perlu dimulai dari reparasi moral. Sebab korupsi bukan hanya penyakit birokrasi, tetapi bermula dari penyakit moral. Saat korupsi belum mendapatkan sorotan publik dan hukuman yang berat, maka tindak korupsi sudah menjadi tradisi birokrasi. Apalagi saat hukum masih bisa dibeli, maka koruptor masih melenggang dimana-mana.
Di era demokrasi semacam ini memang sudah beda. Koruptor sudah mulai “takut” dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Anti Korupsi. Jadi dibutuhkan pembelajaran secara menyeluruh kepada semua warga negara tentang bagaimana menata moral agar tidak terbiasa untuk melakukan korupsi. Selain korupsi merupakan tindak asusila menurut agama, korupsi juga menjadi sumber petaka negara. Sebab uang yang harusnya untuk rakyat, tapi hanya dimanfaatkan untuk kelompok tertentu.
Melakukan reparasi moral anti korupsi dapat dilakukan dengan model sebagaimana berikut: Pertama, membangun mental triman, qana’ah (syukur menerima apa adanya). Penyimpangan dalam hal keuangan biasanya didahului semangat ingin kaya secara instan. Maka cara yang efektif untuk mengejar ambisi itu dengan korupsi. Setiap orang yang haus kekayaan itu memanfaatkan segala cara bagaimana agar dirinya kaya—walaupun dengan cara yang tidak benar. Jadi para koruptor itu memang ingin hidup mewah dan tidak punya sifat menerima apa yang ada.
Kedua, membangun mental hemat. Hidup hemat ini penting karena tidak mengarah pada perilaku glamor dan konsumtif. Ketika pendapatan tidak sepadan dengan pengeluaran, maka ekonomi akan terganggung. Dan ketika ada peluang untuk menyimpangkan kekuasaan dengan korupsi, maka itu akan dilakukan untuk mengejar tuntutan hidup. Jadi korupsi lahir atas dorongan meninggalkan hidup hemat menjadi pola hidup konsumtif.
Ketiga, membangun mental hidup sehat. Tidak disadari bahwa hidup sehat bukan hanya terhindar dari penyakit. Tetapi hidup sehat itu juga terhidar dari perilaku korupsi. Sebab ketika orang melakukan korupsi, maka kecenderungan untuk menyendiri, menyimpan rahasia dan “terhantui kesalahan” sangat tinggi. Dan itu semua akan mengganggu psikologinya sehingga lahir penyakit-penyakit fisik sebagai dampak penyakit psikisnya.
Keempat, membangun mental tepo sliro (peduli sesama). Ketika orang sudah berani melakukan korupsi, maka yang ingin dilakukan adalah memperkaya diri sendiri. Karena prinsip yang dipegang adalah: “susah mencari dan ingin menguasai”. Oleh sebab itu, budaya korupsi akan mulai hilang jika masing-masing sadar bahwa ada tanggungjawab antar sesama yang harus dipikul. Kepedulian terhadap sesama ini akan mengurangi mental korup.
Dan kelima, membangun mental sadar hukum. Adanya korupsi didasari atas menyepelekan hukum, baik hukum agama maupun hukum negara. Dan inilah yang membuat orang berani main-main dan bahkan membuat korupsi sebagai “tradisi” karena tahu celah hukumnya. Justru yang berani melakukan korupsi adalah mereka yang kebal hukum dan tahu cara menghindari maladministrasi yang disebut korupsi.
Lima hal ini patut untuk dijadikan bahan renungan bagaimana agar masyarakat mulai sadar bahwa perilaku korupsi itu mengancam keutuhan negara. Sebab semakin banyak korupsi, maka sistem keuangan negara akan mengalami kerugian besar dan yang dirugikan adalah rakyat. Sebab rakyat yang harusnya mendapatkan perhatian justru terabaikan.
Menata mental yang demikian ini sepatutnya juga dimulai dari tingkat keluarga. Bagaimana orang tua mendidik anak-anaknya untuk prihatin, hemat, sehat, tepo slirodan sadar hukum dalam setiap harinya. Termasuk tanggungjawab ini perlu dipikul oleh sekolah untuk menanamkan tradisi anti korupsi dengan berbagai macam materi pelajaran. Para generasi muda juga perlu dilatih cara berorganisasi yang terhindar dari semangat korupsi.

Dengan pola inilah negeri ini akan terhindar dari perilaku jahat korupsi ini. Jadi untuk membunuh penyakit korupsi perlu dimulai dari reparasi mentalnya terlebih dahulu, baru kemudian penanaman nilai anti korupsi.*)

No comments:

Post a Comment

@mrikzachamami