M. Rikza
Chamami
Wakil Ketua KOPISODA (Komunitas
Pecinta KH Sholeh Darat) & Dosen UIN Walisongo
Maraknya berita
hoax (tipuan, menipu, kabar burung, berita bohong, pemberitaan palsu,
informasi palsu) yang beredar bebas akhir-akhir ini menjadi keprihatinan
bersama. Hoax diartikan sebagai usaha untuk menipu atau mengakali
pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta palsu
tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu.
Aneh sekali,
kebohongan sengaja diproduksi demi fitnah. Ini adalah tanda-tanda akhir zaman. Orang
tidak malu berbohong dan bangga dengan menyebar fitnah. Adalagi yang parah,
fitnah menjadi “industri” yang menghasilnya uang. Naudzubillah min dzalik.
Fitnah berupa hoax kali ini tidak hanya terucap dari lisan, tapi sudah menjadi
tulisan-tulisan yang disebarkan lewat media sosial (medsos).
Bagaimana sebagai
Muslim, kita dapat membendung agar hoax itu tidak terjadi? Yang jelas bahwa
hoax itu diproduksi manusia. Berarti unsur manusia itulah yang harus dididik. Manusia
yang berani memproduk hoax sama halnya melaksanakan kemaksiyatan. Dan agar jauh
dari kemaksiyatan, ketaqwaan itu menjadi kunci utama. Dengan memegang teguh dan
melaksanakan ketaqwaan sejati, sangat tidak mungkin hoax disebarkan.
Ada pesan
menarik dari Maha Guru Ulama Nusantara, KH Sholeh Darat (1820-1903) tentang perilaku
negatif yang harus dijaga dalam hidup, yakni bahaya lisan. Keterangan ini dapat
dilihat dalam Kitab Munjiyat halaman 14 yang ditulis pada bab: “Sifat
Madzmumah Kaping Pat Iku Afatul Lisan”. Disebutkan oleh Mbah Sholeh Darat secara
tegas bahwa lisan adalah anggota tubuh yang mulia dan sebuah kenikmatan agung. Maka
menjaga lisan itu menjadi sebuah kewajiban agar tidak terjadi kerusakan. Jika tidak
bisa menjaga lisan, maka sudah dipastikan ada setan yang menggodanya.
Itulah gambaran
utama Mbah Sholeh Darat tentang pentingnya menjaga lisan. Hoax yang muncul
adalah akibat tidak bisa menjaga lisan—yang kini berubah dengan tidak bisa
menjaga tulisan-tulisan yang disebarkan di medsos. Mbah Sholeh Darat pun sudah
merespon sejak dahulu kala. Bahwa proses menjaga lisan agar tidak menjelekkan
orang itu tidak hanya dilakukan dengan lisan saja, tapi bisa dalam bentuk lain.
Mbah Sholeh
Darat menyebutkan: “Lan setuhune ngrasani iku ora temtu kelawan pengucape
lisan bahe balik endi-endi ingkang aweh
weruh kelawan ngina-ngina iya iku ngerasani arane. Kaya layang atau persemon
atau isyarat atau penjiwit maka iku kabeh iya haram; Sesungguhnya membicarakan
kejelekan orang itu tidak hanya dengan ucapan lisan saja, tapi apa saja yang
disebutkan guna menjelekkan orang disebut “ngrasani”. Seperti dengan surat,
sindiran, isyarat atau cubitan itu semuanya haram”.
Tegas sekali
kalimat pesan itu. Dimana tingkah laku menjelekkan orang lain masuk kategori
perbuatan haram (dilarang oleh agama yang menghasilkan dosa besar). Media menjelekkan
orang lain juga tidak hanya dengan lisan saja, tapi bisa berkembang dengan
surat/tulisan, sindiran, isyarat atau cubitan. Jika kalimat itu kita maknai di
hari ini, menjelakkan orang bisa dilakukan dengan medsos.
Dalam rangka
mengurangi kemaksiyatan yang dilakukan oleh lisan, maka Rasulullah Saw meminta
para Muslim untuk diam agar selamat. Rasulullah Saw juga bersabda: Barangsiapa
dapat menjaga perutnya dari makan haram, dan menjaga kemaluan dari kehinaan,
dan menjaga semuanya saja dari hal-hal yang tidak bermanfaat, maka akan dijaga
dari semua kejelekan dan kerusakan.
Untuk menjaga
bahaya lisan ini agar tidak mudah menyebar hoax, maka Mbah Sholeh Darat
menyebutkan agar menghindari dua puluh perilaku: bicara yang tidak manfaat, berlebihan
bicara, masuk pembicaraan buruk, debat yang tidak berujung, bertengkar, melagukan
kejelekan, mencela, melaknat hewan, menyanyi, tertawa lepas, menertawakan
orang, membuka rahasia, perjanjian bohong, bicara bohong, sumpah palsu, ngrasani,
adu domba, mempunyai dua lisan menjual informasi orang yang berseteru, memuji
manusia, membahas ilmu agama yang lembut tanpa bekal ilmu, bertanya kepada
orang awam tentang sifat Allah.
Dari dua puluh
bahaya lisan ini dapat diambil garis intinya, bahwa lisan itu bisa terjaga
karena dirinya sendiri dapat mengendalikan dan dapat menjaga iri terhadap orang
lain. Termasuk agar orang dapat menjaga lisan, maka butuh dekat pada Allah dengan
bekal ilmu yang baik. Demikianlah pesan singkat Mbah Sholeh Darat yang terkait
dengan bahayanya lisan, yang hari ini dapat kita tarik sebagai peringatan kita
agar menjaga lisan dalam membendung hoax.*)