M. Rikza Chamami
Kalau menyebut negeri ini bukan damai, nampaknya kurang tepat. Kalau
menganggap negeri ini bukan toleran, nampaknya tidak pas. Nyatanya masih banyak
yang cinta kedamaian dan dan banyak pula yang toleran. Hanya saja yang banyak
itu diam. Sedangkan yang sedikit, yang membuat cap anti-damai dan
anti-toleransi malah berteriak kencang.
Kok bisa demikian? Ya nyata bisa. Karena ini semua hasil dari
silang ideologi anak bangsa yang berasal dari keberbedaan. Toh demikian,
perbedaan yang ada coba disamakan dengan sebuah garis persatuan dan
persaudaraan. Pada titik penyamaan inilah menjadi pekerjaan besar—yang menguras
energi.
Dari sekian banyak persoalan yang terjadi, bangsa kita tidak lagi
menjadi bangsa yang muda. Akar pra sejarah Nusantara sudah melewati tahapan
perjuangan. Di era kerajaan juga terjadi dinamika dan gejolak. Pada masa
kolonialis juga bangsa menjadi bodoh, itupun bisa bangkit dan meraih
kemerdekaan.
Bangsa ini sudah terlalu capek dijajah, negeri ini sudah kenyang
dengan konflik, namun masih belum fasih dalam menyatukan. Usaha untuk bersatu
harus selalu ada. Karena kesatuan itu menjadi darah daging bangsa ini. Oleh karenanya,
akar sambungan itu tidak boleh putus. Kalau orang Jawa menyebut: tego lorone
ora tego patine, tega sakitnya namun tidak tega meninggalnya—patut dipelajati.
Selama ini, orang kadang tidak sadar membuat sakit orang lain. Entah
dari mulutnya keluar kalimat kasar, yang berakibat orang lain sakit hati. Atau dengan
sengaja membuat fitnah, yang selevel dengan pembunuhan. Bahkan benar-benar
membuat orang lain sakit secara fisik dan hingga meninggal dunia. Itu mungkin
saja terjadi. Kenapa? Karena manusia kadang menjadi syetan.
Kesadaran untuk mengembalikan nilai kemanusiaan untuk memanusiakan
manusia itulah yang hari ini kita cari bersama. Semangat menggebrak dan
melumpuhkan lawan sudah tidak perlu lagi, karena hidup di era kemerdekaan. Musuh
dalam kontestasi kebangsaan bukan musuh sebagai penjajah. Tapi itu saudara kita
semua yang beda dalam cara membangun bangsa.
Jangan sampai menjadikan negeri ini sebagai negeri bukan-bukan;
bukan damai dan bukan toleran. Salah-salah nanti makan bisa saja ada warga
negara bukan-bukan; bukan Indonesia dan bukan cinta NKRI. Aneh kan? Makanya jangan
sampai membuah aneh negeri ini.*)