M Rikza Chamami
Jika ada yang
bertanya, kepada siapa saya meniru? Pasti jawabnya, meniru orang yang dicocoki.
Entah siapapun itu, asal cocok maka akan ditiru. Jadi untuk menjadi pemimpin yang
bisa ditiru orang lain, adalah membuat cocok. Dan itu tidak mudah. Apalagi dalam
kultur negara yang beraneka ragam paham ini.
Sungguh indah sekali
perbedaan itu. Asal bisa memahami perbedaan dengan baik, maka akan ada
kebersamaan. Namun jika perbedaan selalu dipahami beda, maka disitulah muncul
masalah. Dibutuhkan jiwa besar dalam menerima perbedaan sebagai persamaan.
Belajar memahami
perbedaan menjadi persamaan itu susah. Tapi bisa dilakukan. Cara praktisnya
adalah gampang berkumpul dengan orang yang beda. Disitu akan ada kesadaran
alamiah. Sekali kita berkumpul masih ada ganjalan. Namun jika sudah sering
berkumpul maka akan muncul rasa empati.
Lain halnya jika
kumpul dengan orang yang sama. Tidak akan ada pengalaman untuk memahami
perbedaan. Apalagi kumpul dengan orang yang sama, dan mengajari untuk selalu
membenarkan keyakinannya dan menutup pintu dialog. Ini awal dari fanatisme dan
radikalisme itu lahir.
Maka cari dan ikuti
pemimpin yang dapat memberi contoh baik, melatih hidup berdampingan dan
menghargai perbedaan. Itu kalau ingin belajar dari sebuah perbedaan menjadi
kekayaan yang alamiah. Beda itu indah. Dan sama itu kaku. Berindahlah dengan
kesamaan. Ikatlah persatuan. Karena pada hakikatnya, kita semua itu saudara.*)