Menyelematkan Nasionalisme Pengikut Gafatar

opini.tribun.jateng@gmail.com


Rencana pemulangan pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke kampung halaman patut menjadi perhatian. Sebab organisasi kontroversial ini telah menyita perhatian publik mengenai posisinya sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Organisasi yang dideklarasikan Sabtu/21 Januari 2012 di gedung JIEXPO Kemayoran ini layak diacungi jempol karena cepat menggaet simpatisan untuk bergabung. Bahkan tidak tanggung-tanggung banyak keluarga yang dilaporkan hilang tanpa kabar ternyata bergabung dengan Gafatar di Kayong Utara Kalimantan Barat.
Yang menjadi masalah dengan kembalinya mereka di tengah masyarakatadalah soal pengakuan sosial. Gafatar yang sudah dicitrakan sebagai organisasi kontroversial ini akan turut serta berdampak pada eks-pengikutnya. Apalagi kondisi pulang kampung ini tidak murni keinginan pribadi, tapi karena dampak pembakaran pemukiman oleh massa di Kalimantan. Maka dibutuhkan banyak solusi teknis agar kehadirannya di tengah masyarakat benar-benar diterima secara utuh.
Ada dua hal pokok yang perlu ditekankan dalam memahami posisi Gafatar hari ini, yakni agama dan nasionalisme. Gafatar hari ini bukan Gafatar yang termaktub dalam visi-misi organisasinya. Apalagi ditegaskan oleh pimpinannya bahwa Gafatar mempunyai Messiah yang bernama Ahmad Musadeq—pimpinan al-Qiyadah Islamiyyah yang mengaku sebagai Nabi—dan divonis empat tahun penjara. Gafatar diyakini menjadi organisasi pengusung millah abraham (agama Ibrahim) yang menyatukan tiga agama samawi: Yahudi, Nasrani dan Islam. Maka posisi keagamaan Gafatar akan menjadi masalah pertama.
Kedua, bahwa nasionalisme yang dimiliki oleh pengikut Gafatar diyakini sudah mulai memudar. Hal itu nampak dari usaha organisasi dalam membuka Negara Karunia Tuhan Semesta Alam (NKSA) di atas lahan 5.000 hektar di Kalimantan. Ada potensi pengikut Gafatar menjadi “negara” dalam negara. Posisi semacam inilah yang patut menjadi bahan renungan agar kelak di kemudian hari tidak akan terulang kembali. Bahwa Indonesia adalah negara berdaulat yang tunduk pada persatuan dan kesatuan.

Pembinaan Warga
Ada empat hal penting yang perlu diperhatikan setelah kepulangan anggota Gafatar. Empat hal ini sangat terkait dengan pola komunikasi dan kesinambungan tanggungjawab kewarganegaraan, yaitu:Petama, meninjau kembali keberadaan Gafatar sebagai organisasi kemasyarakat. Jika ditemukan fakta bahwa Gafatar melenceng dari nilai agama dan kontra produktif dengan dasar negara, sudah waktunya Pemerintah resmi membubarkan Gafatar. Ketegasan ini yang dibutuhkan.
Kedua, mengajak kembali pada agama yang benar. Indonesia memang negara yang melindungi kebebasan beragama. Tapi jika ada organisasi yang menyatukan tiga agama, maka akan menjadi konflik pengikut agama. Orang Islam dan Kristen tentunya tidak bisa menerima kesucian agamanya dirubah oleh kelompok ini. Dan ini akan berdampak lebih panjang. Sebab agama merupakan elan vital dalam membentuk ideologi keyakinan yang sudah baku.
Ketiga, menguatkan komitmen kebangsaan anggota Gafatar. Hak sebagai warga negara Indonesia tetap harus dilindungi karena mereka masih menjadi WNI sah. Oleh sebab itu, kewajiban sebagai warga negara harus ditagih. Tidak ada lagi istilah “negara” dalam negara dan “pemerintah” dalam pemerintah. Mereka dengan penuh kesadaran diingatkan dan ditanamkan kembali untuk cinta tanah air. Dalam mendorong upaya itu, Pemerintah perlu melakukan pendampingan secara maksimal.
Dan keempat, membuat kegiatan mentoring secara berkala dengan basis kegiatan keagaaman dan kebangsaan. Tidak mudah memang mengubah paham seseorang. Kehadiran Pemerintah dalam menerima curhat pengikut Gafatar menjadi sangat penting. Termasuk melakukan tindak lanjut dengan kegiatan pendampingan yang dapat menghasilkan profit untuk pemenuhan ekonomi mereka. Semua kegiatan sosial kemasyarakatan dan ekonomi ini dibuat secara menyenangkan.

Bahaya Lanjutan
Setelah dilakukan evaluasi yang matang (hingga pembubaran), para pengikut Gafatar yang berjumlah ribuan juga perlu dipantau. Jangan sampai usaha pendampingan yang telah dilakukan menjadi sia-sia. Sebab mereka akan memanfaatkan untuk membangun komunitas baru dengan tujuan yang sama.
Rasa dendam kepada Pemerintah dan massa yang membakar pemukiman mereka jangan sampai membekas. Sebab luka semacam itu akan berpotensi menjadi bahaya lanjutan. Apalagi sudah ada ancaman bahwa mereka akan pergi ke luar negeri meminta perlindungan negara lain. Jika itu terjadi, maka sangat membuat potret buruk bangsa Indonesia. Dan inilah wujud dari ujian nasionalisme kepemimpinan Jokowi-JK.
Masyarakat yang merasa tidak puas dengan Pemerintah akan berusaha untuk membuat kondisi Indonesia selalu bergejolak. Jika pengikut Gafatar tidak didekati kembali, potensi mereka bergabung pada kelompok ekstrim, radikal dan jaringan sparatis sangat dimungkinkan. Sehingga penanaman jiwa nasionalisme itulah yang menjadi sangat penting. Sebab substansi nasionalisme itu adalah membuat minoritas tetap nyaman dan tidak merasakan kerakusan mayoritas.

Kesuksesan membuat insaf pengikut Gafatar dengan memeluk agama yang benar dan kembalinya nasionalisme menjadi agenda utama bangsa Indonesia. Kalau ini gagal, maka nasionalisme masih dalam ancaman. Negara harus waspada dengan model-model gerakan sparatis yang dikemas dalam organisasi kemasyarakatan berbadan hukum. Sebab ini adalah ancaman keutuhan NKRI. Apabila Gafatar tidak patuh pada negara dan mengancam keamanan, sah demi hukum dibubarkan.*)

No comments:

Post a Comment

@mrikzachamami