Memanjakan Kreatifitas Siswa


Menyekolahkan anak merupakan sebuah kewajiban orang tua. Tujuan utama yang dicapai adalah anak yang cerdas, berakhlak mulia dan kreatif. Tiga hal inilah yang selalu diperbincangkan oleh orang tua murid setiap kali berjumpa. Paling tidak, sekolah menjadi kawah candra dimuka yang sangat dinanti-nantikan mencetak generasi penerus bangsa ini.
Anak cerdas akan berproses di dunia pendidikan sebagaimana aturan kurikulum yang berlaku. Sedangkan anak akan mempunyai akhlak mulia ketika sekolah menanamkan pendidikan karakter dan pendalaman agama. Sementara kreatifitas siswa selalu menjadi problem klasik yang tidak semua sekolah mampu mewujudkan impian besar ini. Sebab kreatifitas siswa tidak hanya mampu diasah menggunakan pendekatan kognitif dan afektif saja—namun pendekatan psikomotoriklah yang sangat berperan.
Maka dari itu, sekolah setidaknya perlu mencari format baku dalam mengawal lahirnya kreatifitas siswa ini. Yang disebut kreatifitas adalah suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan/produk baru atau mengkombinasikan keduanya yang pada akhirnya akan melekat pada dirinya (James J. Gallagher: 1985).
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa kreatifitas membutuhkan waktu panjang dengan perubahan pola pikir individual. Lebih dari itu, kreatifitas juga mendorong lahirnya pemikiran-pemikiran baru yang akan dijadikan pijakan bagi siswa. Sebelum ada pemikiran baru, tentunya para guru sudah terlebih dahulu memberikan wawasan yang lama tentang berbagai hal.
Kreatifitas juga terkait dengan kecerdasan. Kreatifitas lahir atas dasar kritik maju terhadap hal yang sudah ada untuk diperbaharui, dan lahirnya jiwa pembaru ini muncul karena kecerdasan siswa. Melihat pentingnya dua hal ini, setidaknya ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh para guru dalam menyiapkan lahirnya siswa cerdas dan kreatif.
Pertama, memahami kemampuan siswa. Kedua, membimbing secara intensif kemampuan utama yang dimiliki siswa. Ketiga, mengajak siswa untuk mengembangkan minat dan hobbi. Dan keempat, mengikutsertakan siswa dalam berbagai ajang kompetisi siswa. Dengan empat hal ini, siswa akan termotivasi oleh kemampuan yang dimiliki sehingga tumbuh jiwa kreatif. Guru perlu memanjakan kreatifitas yang dimiliki siswanya untuk ditumbuhkembangkan dengan baik.
Untuk menumbuhkan jiwa kreatif, guru juga tidak cukup untuk mendampingi sendiri. Guru perlu berkomunikasi dengan orang tua siswa untuk mengarahkan pada bimbingan khusus di luar jam sekolah. Untuk itu, siswa akan bertambah kreatifitasnya jika diasah dengan pendidikan khusus. Namun, sekolah juga tetap bertanggungjawab dalam membina siswanya dalam mencapai tujuan mulia yang dimaksudkan.

Guru juga perlu sekali mempersiapkan tujuh kecerdasan multiaspek (multiple intellegence): kecerdasan verbal, kecerdasan matematis, kecerdasan visual, kecerdasan musikal, kecerdassan kinestetis tubuh, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Dengan pola yang demikian, sekolah akan benar-benar menjadi idola bagi para siswa, orang tua dan masyarakat—karena melahirkan generasi kreatif.*) 

No comments:

Post a Comment

@mrikzachamami