Lahirnya Peraturan Presiden nomor
130 tahun 2014 menjadi keabsahan alih status Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo. Alih status ini
sangat dinantikan oleh banyak pihak. Dan tentunya perubahan label “institut”
menjadi “universitas” tidak hanya sebuah ritual pergantian nama, tapi dituntut upaya
revolusi kelembagaan dan peran nyata di masyarakat.
Sebagai perguruan tinggi agama
Islam di Jawa Tengah yang berdiri 6 April 1970, UIN Walisongo tidak bisa lepas
dari perjuangaan keagamaan. Dari rahimnya lahir tokoh-tokoh agama Jawa Tengah
yang banyak berkontribusi di dua organisasi besar seperti Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama. Sehingga perlu dipertegas kembali bahwa beralih menjadi
universitas bukan untuk mempertipis kajian keagamaan. Justru dengan menjadi
universitas akan lebih mudah dalam melakukan integrasi keilmuan (agama dan
umum).
Kekhawatiran terhadap hilangnya
ruh agama ketika menjadi UIN Walisongo dirasa kurang tepat. Sebab dari sisi
kurikulum, kajian keagamaan akan tetap tersaji di semua program studi. Sehingga
sarjana yang dikukuhkan kelak tetap mempunyai identitas keilmuan yang berbasis
pada nilai-nilai agama. Justru sarjana UIN akan mempunyai nilai tambah di
tengah masyarakat, selain ahli di bidangnya juga mempunyai pengetahuan agama yang
luas. Disinilah sebuah tantangan ke depan yang perlu dijawab secara bersama.
Potensi 18 guru besar yang
dimiliki akan menjadi daya gedor pengembangan keilmuan. Ilmu-ilmu yang
dikembangkan tidak akan lepas dari visi yang dimiliki, yakni perguruan tinggi
riset terdepan berbasis kesatuan ilmu pengetahuan untuk kemanusiaan dan
peradaban. Dengan visi besar itu, ada tiga hal pokok yang perlu diperjuangkan.
Pertama, menjadikan riset
sebagai dasar kegiatan akademik yang tidak boleh putus. Tradisi riset selama ini
masih menjadi budaya tabu dan dikatakan sulit dimanfaatkan untuk kepentingan
masyarakat. Riset perguruan tinggi masih banyak mengedepankan unsur teoritis.
Maka ke depan diperlukan terobosan nyata untuk menjadikan kegiatan riset yang
benar-benar bermanfaat untuk kepentingan agama. Riset ini juga tidak hanya
berdasarkan perspektif agama dan budaya saja, tetapi juga diarahkan pada riset
pengembangan teknologi tepat guna.
Kedua, usaha melakukan
usaha penyatuan ilmu pengetahuan (unity of sciences/wahdatul ulum).
Yang berkembang saat ini, ilmu agama dipandang berdiri sendiri dan jauh dari
ilmu sains (umum). Demikian juga para ahli sains, memandang bahwa sains berdiri
sendiri. Dengan wahdatul ulum, harapannya sudah tidak ada lagi dikotomi
ilmu agama dan umum. Dan ini tantangan besar yang harus dihadapi oleh UIN
Walisongo ke depan. Usaha yang perlu dilakukan adalah mensainskan dosen-dosen
agama. Dan mengagamakan dosen-dosen sains. Jika itu tidak dilakukan, maka
impian wahdatul ulum itu akan jauh dari harapan
Dan ketiga, membangun
peradaban baru dengan visi Islam inklusif. Tradisi membangun kampus yang
berkemanusiaan dan berperadaban butuh empat langkah strategis: keterbukaan,
kebangsaan, toleransi dan profesionalitas.
Ketika berubah menjadi UIN, Islam
yang dikembangkan di kampus tidak lagi model Islam yang tertutup (tidak peduli
atas perbedaa). Problem membuka kran Islam inklusif merupakan hal yang tidak
mudah. Maka dengan keterbukaan cara pandang, wawasan kebangsaan dan sikap
toleransi yang dimiliki akan mampu meraih cita-cita itu. Termasuk perlunya para
akademisi bersifat profesional dalam mengembangkan iklim akademik. Sudah tidak
ada lagi dominasi Islam mainstrem yang dikembangkan untuk menjadikan UIN
sebagai kampus yang sektarian. Ideologi Islam yang dimiliki adalah cermin dari
sikap pribadi, namun jika bicara mengenai kemajuan lembaga adalah mengedepankan
visi kemanusiaan dan peradaban modern.
Empat desain pengembangan UIN
Walisongo yang dicanangkan berupa teoantroposentris, humanisasi ilmu keislaman,
spiritualisasi ilmu modern dan revitalisasi kearifan lokal patut diapreseasi.
Wujud nyata dari program pengembangan itu nantinya perlu direalisasikan menjadi
program di unit kerja, fakultas-fakultas, program studi, pascasarjana dan
kegiatan kemahasiswaan. Kenapa harus sampai ke mahasiswa? Selama ini visi besar
perguruan tinggi sangat bagus, namun belum tuntas diselesaikan hingga level
mahasiswa. Oleh sebab itu, lembaga kemahasiswaan juga perlu diarahkan dalam
mengawal pengembangan itu.
Konsep dasar tridharma perguruan
tinggi juga perlu sekali untuk ditingkatkan. Di bidang pendidikan misalnya
perlu dibangun profesional training centre yang dapat dimanfaat untuk
rujukan siapapun yang ingin memahami kesatuan ilmu pengetahuan. Dalam bidang
penelitian juga perlu dikembangkan tradisi penelitian yang tidak hanya untuk
dosen, tapi penelitian juga untuk pegawai, pustakawan, laboran dan mahasiswa.
Konsep dasar penelitian diarahkan berdasar asas kebutuhan masyarakat yang
berisi solusi kehidupan, bukan penelitian yang sangat teoritis.
Hal paling pokok dalam menguatkan
peran UIN adalah dengan pengabdian masyarakat secara nyata. Tidak mungkin
kampus Islam terbesar di Jawa Tengah ini dibiarkan menjadi menara gading yang
hanya mampu melayani mahasiswa untuk menjadi sarjana. UIN harus mampu
memberikan kontribusi nyata dengan program-program yang berbasis pengembangan
kemasyarakatan. Disinilah ruh dari asas kemanfaatan kampus bagi masyarakat.
Dapat dibayangkan, ketika semua
unit kerja, fakultas, program studi, pascasarjana dan unit kegiatan mahasiswa
membuat dua program kegiatan yang dikerjasamakan dengan masyarakat dan
dilakukan di luar kampus, maka dalam satu tahun sudah ada hampir seratus
kegiatan. Inilah yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Sehingga UIN akan menjadi
masyarakat Jawa Tengah dan bangsa Indonesia. Khairun nass anfa’uhum linnas,
sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi masyarakat akan menjadi hadis
yang direalisasikan oleh UIN.
Tentunya penguatan kegiatan
kemasyarakat ini tidak akan bisa sendirian dilakukan. UNI sudah punya jaringan:
alumni, pemerintah, LSM, stake holder pendidikan, sekolah, perbankan,
ormas dan lain-lain. Sudah saatnya MoU yang sudah ditandangani oleh berbagai
pihak ditindaklanjuti dengan kegiatan “UIN Walisongo Blusukan”.*)
No comments:
Post a Comment