M. Rikza Chamami
Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang & Dosen UIN Walisongo
Mengenang
kembali sosok pendiri Nahdlatul Ulama (NU) asal Semarang bernama KH Ridwan
Mujahid sangat dibutuhkan. Belum banyak orang mengetahui sosoknya. KH Ridwan
Mujahid berasal dari Kauman Semarang. Sebagaimana disebutkan oleh Agus Tiyanto,
KH Ridwan Mujahid adalah keturunan dari Kyai Lasem yang sama dengan kerabat KH
Makshum dan KH Baidlawi yang bersambung nasabnya hingga Mbah Sambu. Makam KH
Ridwan Mujahid berada di Pemakaman Umum Bergota (tepatnya di selatan Makam KH
Sholeh Darat, satu area makam keluarga H. Abu Bakar Kauman).
Dalam
buku “Kemelut di NU Antara Kyai dan Politisi” karya Abdul Basith Adnan
disebutkan peran besar KH Ridwan Mujahid. Jasanya dalam membentuk organisasi
ulama pesantren bersama KH M Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Chasbullah tidak
dapat dilupakan. Ulama yang semula berkumpul untuk membahas persoalan negeri
Hijaz bernama Komite Hijaz, berubah nama dengan Nahdlatul Ulama.
Usaha
mengenalkan NU di Semarang bagi KH Ridwan Mujahid awalnya tidak mudah. Namun
berkat ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah yang ditinggalkan oleh KH
Muhammad Sholeh bin Umar Assamarani (KH Sholeh Darat), maka NU mudah dikenal
dan diikuti oleh warga Semarang. Sehingga ketika NU diresmikan pada tahun 1926,
masyarakat Semarang dan sekitarnya mudah menerima dan mengakar dalam sanubari
(Amirul Ulum: 2014).
KH
Ridwan Mujahid adalah salah satu murid KH Sholeh Darat. Perkenalan KH Ridwan
Mujahid dengan KH M Hasyim Asy’ari lebih karena keduanya merupakan murid KH
Sholeh Darat saat mondok di Pesantren Darat Semarang. Maka perjuangan
mendirikan NU merupakan hasil dari kerjasama para murid sesepuh ulama Nusantara
semisal: KH Cholil Bangkalan, KH Sholeh Darat Semarang, KH Nawawi Banten, KH
Mahfudz Termas dan ulama lainnya.
Murid
KH Sholeh Darat lainnya yang berjuang menegakkan ahlussunnal wal jama’ah di
Semarang antara lain: KH Ridwan bin Mujahid, Kyai Sya’ban bin Hasan, Kyai Thahir
Mangkang, Kyai Sahli Kauman, Kyai Ali Barkan, Kyai Abdullah Sajad dan
lain-lain. Anasom dalam papernya “KH. Saleh bin Umar dan
Pondok Pesantren Darat” menyebutkan bahwa salah satu karya KH. Ridwan Mujahid
Semarang adalah “I’anatul ‘Awam fi Mufhimmati Syara’ Al-Islam”.
KH
Ridwan Mujahid selain dikenal sebagai Kyai yang berjuang dalam pengembangan
organisasi NU juga dikenal mengembangkan dakwah di Pesantren. Salah satu
muridnya yang juga bersama-sama mendirikan NU adalah KH Ma’shum Ahmad Lasem
Rembang. Dengan demikian semakin nyata, bahwa perjuangan keagamaan, dakwah dan
pesantren menjadi semangat yang dimiliki oleh KH Ridwan Mujahid.
Keakraban
KH Ridwan Mujahid dengan para pendiri NU lainnya sudah tidak asing. KH Ridwan
Mujahid bersama ulama Jawa Tengah lainnya, KHR Asnawi Kudus dan KH Kamal
Hambali Kudus turut serta hadir dalam deklarasi pendirian NU pada 16 Rajab 1344
H/31 Januari 1926 M di kediaman KH Abdul Wahab Chasbullah Kertopaten Surabaya.
Diantara
ulama yang hadir dalam pendirian NU di Surabaya berasal dari Semarang, Kudus,
Tegal, Jombang, Sidoarjo, Pasuruhan, Bangkalan Madura, Gresik, Bangil, Mojokerto dan Mesir. Mereka antara lain: KH
Abdul Wahab Chasbullah, KH M Hasyim Asy’ari, KHR Muntaha (menantu KH Cholil
Bangkalan), Kyai Mas Nawawi, KHR Asnawi, KH Kamal Hambali, KH Ridwan Mujahid,
KH Muhammad Zubair Gresik, Syaikh Ahmad Ghonaim Al Mishri dan lain-lain.
Oleh
para pendiri NU, KH Ridwan Mujahid diamanahi sebagai Musytasyar Syuriyah dalam
struktut Pengurus NU periode pertama bersama dengan: KH Muhammad Zubair Gresik,
KHR Muntaha Bangkalan Madura, KH Mas Nawawi Sidogiri, Syaikh Ahmad Ghonaim Al
Mishri, KHR Asnawi Kudus dan KH Kamal Hambali Kudus. Adapun Rois Akbar dipegang
oleh KH M Hasyim Asy’ari dan Katib KH Abdul Wahab Chasbullah.
Keberadaan
KH Ridwan Mujahid dalam struktur NU semakin membawa daya tarik bagi masyarakat
Semarang. Maka KH Ridwan Mujahid mengajak KH Abdullah dan KH Showam untuk
mendirikan NU Kota Semarang. Tepat tanggal 24 April 1926, pengurus NU Cabang Kota
Semarang berdiri dan dilantik oleh Katib Syuriyah KH Abdul Wahab Chasbullah
yang berpusat di Surabaya. Lokasi pelantikan berada di Alun-Alun Kota Semarang
yang berada di depan Masjid Agung Kauman Semarang.
Keberadaan
resmi NU Cabang Semarang ini menjadi titik perjuangan para Kyai dalam
mengenalkan Islam ahlussunnah wal jama’ah. Dan pergerakan NU Kota Semarang
menjadi ringan karena ditopang oleh murid-murid KH Sholeh Darat yang sudah
lebih dulu mengenalkan ahlussunnah wal jama’ah sebelum NU lahir dan berdiri di
Semarang.
Walapun
sudah dilantik dan resmi berdiri di
Semarang, oleh karena NU belum memiliki gedung, maka koordinasi NU masih secara
tradisional dari Masjid ke Masjid. Diantara Masjid yang sering digunakan untuk
koordinasi NU adalah Masjid Nahdlatul Ulama di Jomblang Kecamatan Candisari
Kota Semarang. Zainul Milal Bizawie (2016) mencatat sejak 1916 sudah berdiri
Madrasah Nahdlatul Wathan di Surabaya dan mempunyai Cabang di Semarang yang
bernama Madrasah Akhul Wathan. Oleh Choirul Anam (2015) lokasi Madrasah
Cabang Nahdlatul Wathan di Semarang berada di Jomblangan Kidul.
Dalam
catatan Amirul Ulum disebutkan bahwa NU Kota Semarang hingga tahun 1950-an
masih menempati sekretariat di rumah-rumah pengurus. Diantara tempat yang
dijadikan bascamp koordinasi pengurus NU adalah di rumah KH Irhas (Ketua
Syuriyah tahun 1950-an). Pada tahun 1970-an NU Semarang memiliki gedung di
Jalan Sudirman dari hasil wakaf. Anasom menjelaskan, sejak 1992 hingga sekarang, NU Semarang menempati
gedung di Jalan Puspogiwang Semarang.
Kematangan
organisasi KH Ridwan Mujahid dalam berkhidmah kepada NU ditunjukkan dengan kesiapan
Semarang sebagai tuan rumah Muktamar NU keempat. Muktamar NU keempat adalah
pertama kalinya Muktamar yang digelar di luar Kota Surabaya. Dikisahkan bahwa
dalam kegiatan Muktamar NU keempat ini, KH Ridwan Mujahib berperan kuat dalam
mensukseskan.
Muktamar
NU keempat digelar pada 12-15 Rabiuts Tsani 1348 H/17-20 September 1929 M di
Hotel Arabistan Kampung Melayu Semarang. Muktamar di Semarang tergolong sukses
karena dihadiri 1.450 peserta terdiri dari 350 Kyai, 900 pengawal Kyai dan 200
pengurus Tanfidziyah. Saat Muktamar keempat di Semarang sudah terdaftar: 63
Cabang (13 Jawa Barat, 27 Jawa Tengah dan 23 Cabang Surabaya dan Madura).
Penutupan
Muktamar Semarang juga sangat meriah karena digelar di Alun-Alun Semarang
dengan dihadiri 10.000 jama’ah. Muktamar Semarang dihadiri langsung oleh Rais
Akbar KH M Hasyim Asy’ari dinilai sebagai tonggak awal perkenalan NU
daerah-daerah di luar Surabaya (Choirul Anam: 2015).
Melihat
sepak terjang yang tidak kenal lelah dari KH Ridwan Mujahid, maka semangat ini
patut ditiru oleh para generasi muda saat ini dalam memperjuangkan NU. Termasuk
belum terungkapnya kisah-kisah lain dari KH Ridwan Mujahid masih perlu
diperdalam. Sehingga dibutuhkan waktu lagi untuk melacak kiprahnya dalam
semangat mendirikan NU dan menyebarkan Islam ahlussunnah wal jama’ah.*)