Menciptakan Kampanye Pilwakot Ramah Lingkungan

wacana_lokal@suaramerdeka.com
wacana.lokal@gmail.com
Pesta demokrasi pemilihan Kepala Daerah sudah di hadapan mata. Para calon Walikota beserta Wakilnya sudah mulai melakukan pengenalan diri dengan memasang reklame, spanduk, poster dan iklan di berbagai sudut desa. Hal itu sangat wajar karena keinginan dirinya dikenal oleh masyarakat yang paling sederhana adalah dengan cara kampanye manual dengan gambar.
Yang menjadi persoalan adalah ketika cara berkampanye itu melanggar aturan. Harian Suara Merdeka, 25 April 2015 memuat berita “Satpol PP Tertibkan Alat Peraga Kampanye”. Di kota Semarang kalau diperhatikan secara cermat, pohon yang berada di titik manapun menjadi media tempel bagi para calon Walikota/Wakil. Padahal sudah ada Perda Nomor 7 tahun 2010 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Perda Nomor 12 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Reklame yang menegaskan larangan penempelan alat peraga kampanye di pohon.
Sebagai calon pemimpin Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah hendak memberikan tauladan yang baik. Apapun yang melanggar aturan format sepatutnya dihindari oleh para bakal calon ini. Sehingga ke depan akan dipilih Walikota dan Wakil yang taat pada aturan dan beimplikasi pada tatanan Pemerintahan Kota yang taat hukum. Melihat kondisi demikian, perlu kiranya ketegasan semua pihak di dalam menegakkan aturan dan menjalankan kampanye ramah lingkungan.
Memang benar bahwa KPU Kota Semarang belum memulai proses pendaftaran calon, artinya sampai sekarang belum ada calon definitif. Nama-nama yang sedang berkampanye itu adalah bagian dari pengenalan diri (yang dalam bahasa politik disebut curi start kampanye). Akan tetapi, jika proses pengenalan itu dilakukan dengan cara melanggar aturan, maka aparat kepolisian atau Satpol PP harus berani melakukan penertiban. Namun sekali lagi bahwa penertiban itu dilakukan tanpa tebang pilih. Sebab yang terjadi selama ini, jika ada penertiban itu terkadang ditumpangi kepentingan politik. Ini yang sangat tidak diharapkan.

Memaknai Pohon
Larangan memasang alat peraga kampanye di pohon sangatlah bermakna. Bahwa pohon sebagai penghasil oksigen untuk kesehatan lingkungan patut dijaga bersama. Termasuk pohon sebagai keindahan tata kota juga patut diamankan dari tangan jahat dengan “membunuh pelan-pelan” melalui tempelan paku dan spanduk. Disinilah proses fotosintesis CO2+H20 menjadi O2+C2H6O2 tidak akan berjalan dengan baik.
Kadar kebutuhan oksigen dan glukosa bagi masyarakat sangatlah berarti. Hidup di perkotaan dengan suasana industrialis menjadikan beban susahnya menjaga kesehatan. Belum lagi limbah industri dan tata kota yang masih belum secara merata mengakibatkan mudahnya gangguan kesehatan itu terjadi dimana-mana. Maka kampanye ramah lingkungan itulah yang perlu digalakkan sebelum pesta demokrasi ini benar-benar berjalan. Tanpa adanya usaha untuk membuat gerakan ini, maka lingkungan akan rusak.
Jika jumlah pohon di perkotaan semakin minim dan rusak akibat kegiatan kampanye, maka inti dari kampanye menjadi hilang. Kampanye yang menjadi kegiatan sakral demi menentukan pemimpin yang amanah, jujur dan disukai rakyat menjadi hambar jika para calon secara tidak langsung turut serta merusak keindahan kota. Maka, bagi para kandidat alangkah baiknya memberikan bekal kepada tim suksesnya untuk tidak merusak pohon dan lingkungannya.
Kampanye ramah lingkungan ini akan memberi manfaat bagi semuanya. Masyarakat tetap menikmati keindahan pohon aslinya dan tata kota juga menjadi rapi. Begitu pula kesehatan pohon juga terjaga dengan baik. Dalam rangka mewujudkan usaha baik ini, semua pihak perlu duduk bersama untuk memahami arti suci kampanye pilwakot yang ramah lingkungan ini. Usaha yang dimaksudkan dengan dengan lima cara. Pertama, kesadaran dari calon dan tim sukses untuk tidak memulai menempel alat peraga. Sebab inti adanya tempelan peraga di pohon adalah dari tim sukses. Sehingga jika semua calon sadar, maka tidak akan ada perusakan lingkungan dalam kampanye.
Kedua, ketegasan penegak hukum dalam memberikan peringatan dan sanksi. Selama ini masih beraninya para calon menempel alat peraga di pohon dikarenakan sanksinya tidak jelas. Sehingga jalan yang paling cepat dan murah dilakukan oleh calon adalah berani melanggar aturan tersebut. Termasuk perlunya sweeping setiap saat, sehingga tidak ada jeda waktu lama antara menempelkan alat peraga dengan penertiban.
Ketiga, keterlibatan masyarakat dalam penertiban aturan. Masyarakat perlu diajak dalam memberikan informasi pelanggaran dan dilibatkan dalam penertiban ini. Dengan demikian, tindak lanjut penertiban akan cepat dilaksanakan dengan cepat dan sesuai prosedur. Termasuk disini penting sekali peran RT, RW dan PKK dalam menjaga kampanye dengan ramah lingkungan. Bagaimana RT, RW dan PKK diajak untuk menjaga lingkungannya agar tidak ada perusakan lingkungan.
Keempat,membuat aturan yang lebih detail tentang kampanye. Sebab selama ini, ketika menempel alat peraga di pohon tidak boleh, maka tim sukses menggunakan tiang listrik atau tiang telepon dan tempat lain yang menjadikan keindahan kota semakin terganggu. Maka dibutuhkan aturan-aturan yang lebih tegas dan sangat bagus jika ada rencana aturan bahwa alat peraga akan dibantu penempelan oleh penyelenggaran Pilwakot.
Dan kelima, komunikasi intensif semua pihak: pemerintah, calon, tim sukses, penegak hukum dan masyarakat agar kampanye berjalan baik, tidak merusak lingkungan dan aman tanpa ada konflik. Sebab salah satu usaha agar pemilu damai adalah bagaimana diciptakan lingkungan yang sehat sehingga cara berpikir juga akan sehat. Jadi kampanye dengan pola ramah lingkungan menjadi hal yang patut dinomorsatukan untuk saat ini.*)


M. Rikza Chamami, MSI – Dosen dan Mahasiswa Program Doktor UIN Walisongo

No comments:

Post a Comment

@mrikzachamami