MENJAGA KEUTUHAN RELASI INDONESIA-CHINA


Hari ini, Kamis 16 April 2016, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang menggelar International Conference dengan tema: “The Relation of Indonesia-China: Dynamics, Problems dan Prospects”. Dari forum konferensi internasional yang dihadiri 25 narasumber dari China, Thailand, Amerika Serikat, Qatar, Singapura, Malaysia dan Indonesia dan 150 peserta dari pemerintah, Ormas, LSM, tokoh PITI, tokoh China Indonesia, berbagai kampus ini dapat dirumuskan pola kerjasama kedua negara dalam kiprahnya menjaga perdamaian dunia dan kerjasama bidang pendidikan.
Momentum ini juga sangat tepat, mengingat pada 13 April 2015 diperingati 65 tahun hubungan kenegaraan Indonesia-China. Sebab pada 13 April 1950 dilakukan perjanjian diplomatik kedua negara. Bahkan Indonesia termasuk negara pertama yang mengakui kedaulatan negara China sebagai negara yang berdiri kokoh kemerdekaanya. Berawal dari sinilah hubungan kerjasama kedua negara dibentuk. Sebagaimana hubungan dengan negara lainnya, dinamika hubungan Indonesia-China juga pernah mengalami pasang surut.
Relasi kenegaraan dengan China “sempat berhenti sejenak” pada tahun 1967—karena persoalan politik Indonesia. Baru 13 tahun kemudian relasi itu kembali berjalan dengan baik hingga sekarang. Hal ini menjadi modal bagi kedua negara untuk menjalin mitra strategis komprehensif sebagaimana diharapkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden China, Xi Jinping di Beijing, Minggu (9/11/2014). Kemitraan strategis komprehensif jika diwujudkan makin nyata, akan memberikan keuntungan bagi kedua negara, terutama rakyatnya.
Jokowi juga menegaskan kembali hubungan kedua negara perlu diperkuat secara nyata dengan melakukan kunjungan resmi pada 26-28 Maret 2015. Dari sudut pandang inilah, hubungan Indonesia dengan China setelah menandatangani perjanjian comprehensive strategic partnership dengan Presiden China patut untuk dicatat sebagai sejarah baru dalam penguatan kemitraan strategis ini. Apalagi China sedang menggalakkan pembuatan jalur sutera (silk road) untuk menjajaki hubungan internasionalnya.
Ada empat bidang yang dikerjasamakan Indonesia, yaitu  politik  dan  keamanan;  ekonomi  dan  pembangunan;  maritim,  luar angkasa, iptek dan sosial  budaya  serta  yang  kerjasama  internasional  dan regional. Dari empat hal itu, Jokowi ingin lebih memperkuat kerjasama ekonomi dan pembangunan. Maka segala upaya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia agar hubungan ini dapat berjalan secara utuh.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan meningkat dan daya saing dunia mampu direspon baik oleh penduduk Indonesia. Di sektor pembangunan juga demikian, Indonesia ingin banyak belajar dari China bagaimana pembangunan tol, jalur transportasi dan rumah-rumah penduduk dengan cepat dan rapi. Tentunya ini banyak dibutuhkan masukan-masukan berarti agar aparatur Indonesia mampu bekerja keras dan cerdas dalam melakukan inovasi sebagaimana orang China.
Dalam bidang politik dan keamanan, Indonesia sangat berharap kedua negara mampu bersinergi dalam menjaga perdamaian dunia. Apalagi dalam suasana politik yang serba dinamis, komitmen untuk menjaga kedamaian dunia perlu diacungkan jempol. Sebab terjadinya perang oleh beberapa negara adalah akibat egoisme politik dan eksploitasi ekonomi.
Pola hubungan baik dengan menjadi mitra srategis juga pernah dikukuhkan melalui kesepakatan bersama yang ditandatangani Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Tiongkok Hu Jintao pada 25 April 2005. Kedua negara kemudian sepakat meningkatkan sebagai mitra strategis komprehensif pada Oktober 2013, saat Presiden China Xi Jinping melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Presiden RI sebelumya juga melakukan hal yang sama agar kedua negara mampu bersinergi dalam bidang apapun.
Dalam rangka mewujudkan hubungan itu, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang mencoba berperan serta mengawal kebijakan ini dengan menguatkan network KBRI di Beijing sebagai tindak lanjut penandatanganan MoU dengan Bejing Language and Culture University (BLCU). Dimana dalam MoU itu menyepakati untuk menyelenggarakan Seminar tentang hubungan Indonesia-Tiongkok yang menjadi entry point untuk membuka Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Mandarin.
Kita tidak mau mengulang sejarah kelam hubungan Indonesia dan China. Dan sejarah panjang itu tidak bisa dilupakan. Ada sekitartujuh jutaorang Indonesiaberasal dari Chinadansejumlahwarga negara Chinayang tinggaldiIndonesia. MasalahTionghoadanChina perantauan diIndonesiaterkadang masih sensitifdalam hubunganbilateraldengan berbagai alasan. Maka wajar jika Pemerintah Chinapernah menyatakankeprihatinannya ataskekerasan terhadapetnis China saat terjadi insiden bulan Mei1998. Saat itupemerintah Indonesia diminta China untukmelakukan penyelidikandan mengambillangkah-langkah efektifuntuk melindungihak-hakdankepentinganetnis Chinayang sahdiIndonesia.
Dengan iktikad baik dalam menjaga perdamaian dunia, maka Pemerintah Indonesia dengan segala upaya mampu menghapuskandiskriminasi terhadapChina dan memberikan porsi kepada seluruh warga dengan kedudukan yang sama. Komitmen positif inilah yang perlu dijaga agar Indonesia selalu menjadi kiblat dunia dalam menjaga hubungan bilateralnya. Sebab dunia akan selalu melihat dinamika hubungan sosial-politik antar negara sebagai bahan rujukan kerjasama dengan negara lainnya.
Sebagai kampus agama Islam, UIN Walisongo juga melihat ada kontribusi religius yang dibuktikan oleh masyarakat Jawa dalam menjaga hubungan Indonesia-China. Dalam sejarah Islamisasi Jawa ternyata melibatkan tokoh China, Laksamana Cheng Ho. Uniknya bahwa tokoh Cheng Ho menjadi tokoh bersama bagi umat Islam dan umat Konghucu. Inilah sebuah fakta sejarah bahwa Indonesia dan China mempunyai kedekatan emosional dalam membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat dan bermartabat.
Melihat hubungan harmonis antara Indonesia-Tiongkok inilah maka kajian tentang relasi Indonesia-China patut untuk dipertajam secara akademik. Hal ini sebagai bentuk penguatan hubungan Indonesia dan China dalam bidang pendidikan, politik dan hubungan internasional. Sebab tidak semua generasi muda tahu bahwa ada sejarah panjang hubungan ini, maka sejarah ini perlu kembali disajikan. Termasuk pentingnya membincang soal masalah-masalah yang terjadi antar kedua negara serta prospek ke depan apa yang diharapkan dari kerjasama kedua negara dimaksud—agar relasi negara utuh dan mampu memberikan kontribusi untuk kemajuan Indonesia.*)

M. Rikza Chamami, MSIdosen dan mahasiswa

Program Doktor Universitas Islam Negeri Walisongo

No comments:

Post a Comment

@mrikzachamami