Lulusan sekolah
memiliki banyak harapan. Dari ilmu yang diraih dan berbekal pengalaman yang
didapatkan, orang tua menanti impian besar bahwa anaknya menjadi lulusan yang
terserap oleh pasar. Maka wajar jika Jateng Pos/18
Mei 2015 menulis berita: “SMK Muhamadiyah Bawang Batang Sarat Prestasi, Cetak
Lulusan Berdikari”. Ini menjadi salah satu catatan penting, orang tua sangat
menanti harapan dan sekolah memiliki tanggung jawab mencetak lulusan yang layak
pakai.
Problem lulusan
memang selalu menjadi perbincangan. Masih adanya siswa yang tidak naik kelas
dan tidak lulus ujian nasional (misalnya), secara logika itu wajar. Namun bagi
sekolah, jika ada anak yang demikian nampaknya tidak nyaman. Padahal tingkat
penalaran dan kemampuan siswa memang berbeda-beda, baik secara akademik maupun
non akademik. Sehingga dibutuhkan rumusan bagi tentang standart kelulusan
siswa.
Proses
pendidikan yang berjalan memang secara normatif sudah ditata secara berimbang
antara teori dan praktik. Materi teori diharapkan menyumbang kemampuan kognitif
siswa. Sedangkan materi praktik akan turut serta memberi pengalaman dalam
menghadapi hidup di tengah masyarakat. Yang seringkali terjadi adalah, bagi
siswa yang memiliki tingkat IQ tinggi sangat mudah menerima materi teori, namun
bagi siswa yang IQ rendah cenderung malas.
Disinilah titik
pangkal kenapa terjadi kemampuan yang berbeda dalam menangkap materi belajar di
sekolah. Belum lagi kualitas input sekolah saat masuk mendaftar memang sangat
menentukan. Sekolah dengan standart input tinggi lebih mudah menata siswanya.
Lain halnya dengan sekolah yang memang kualitas inputnya di bawah rata-rata.
Maka dalam posisi ini, membandingkan sekolah dengan input yang berbeda untuk
menghasilkan kualitas lulusan yang sama menjadi absurd.
Bagi sekolah,
apapun kendala input yang masuk, akan diolah dan dianalisa dengan proses
pembelajaran sesuai tingkat kemampuan siswa. Maka semestinya yang paling
menentukan kualitas lulusan adalah pada proses pembelajaran ini, bukan hanya
mengandalkan kualitas input semata. Maka dari itu, proses pendidikan yang berjalan
perlu didesain sebaik mungkin agar mampu melahirkan lulusan yang berprestasi,
berakhlak mulia dan siap mengabdi di tengah masyarakat.
Untuk
mengupayakan impian lulusan yang demikian, sekolah butuh membuat lima langkah-langkah
strategis. Pertama, melaksanakan acuan baku standar lulusan dengan mengemas
tiga kemampuan dasar siswa: sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Materi
pembelajaran yang disajikan di kelas wajib menerapkan tiga hal itu agar
kemampuan siswa berimbang. Jadi materi pelajaran yang hanya berisi teori tetap
diisi dengan praktik guna mengasah sikap dan ketrampilan siswa.
Kedua,
pengelolaan lembaga pendidikan dilaksanakan secara profesional. Sejak
berproses, sekolah perlu sekali membuka jaringan kerjasama dengan
lembaga-lembaga yang akan menjadi sasaran kerja siswa. Biasanya ini hanya
dilakukan oleh Sekolah Menengah Kejuruan. Ke depan, sekolah non kejuruan juga
perlu memberikan alokasi waktu bagi siswanya untuk merasakan di dunia kerja
agar belajar langsung di lapangan.
Ketiga,
kreatifitas guru. Guru menjadi salah satu penentu pematangan pengetahuan dan
sikap siswa. Sehingga kreatifitas guru sangat diharapkan dalam membentuk
lulusan ideal. Bagi guru yang masih memiliki kendal administratif belum
memiliki sertifikat pendidik, sekolah tidak hanya membiarkan mereka tanpa
bekal. Harusnya sekolah merespon dengan mengikutkan diklat-diklat guru yang
masih di bawah standar profesional.
Keempat,
pendekatan pada siswa. Pola pendekatan pada siswa oleh guru, orang tua dan
lingkungan sangat bermakna bagi siswa. Sehingga diharapkan guru juga
mengarahkan agar siswa mampu membuat jalinan kasih dari tiga pranata sosial
ini. Bagaimana guru membuat siswa itu nyaman di rumah, di sekolah dan di tengah
masyarakat. Sebab membuat siswa nyaman di tiga tempat itu tidak mudah karena
kondisi siswa memang berbeda-beda.
Dan kelima,
mengarahkan pada tantangan hidup. Bagi siswa di era tahun 2000-an misalnya,
akan berbeda tantangan hidupnya dengan siswa di tahun 2015. Maka disini butuh
arahan-arahan yang spesifik bagaimana agar siswa kelak mampu mengikuti
perkembangan zaman. Untuk merebut kemampuan ini, siswa dapat diarahkan untuk
menguatkan basis potensi ICT, karena dari situlah dunia akan mudah dikuasai.
Kelima hal itu
menjadi salah satu ilustrasi bagaimana siswa-siswa mampu diarahkan pada titik
kelulusan dengan mutu lulusan yang handal dan laku di pasar. Tentunya masih ada
dua hal lainnya yang patut ditekankan dalam dunia pendidikan terkait dengan
pembentukan karakter, yakni mengisi basis spiritualitas siswa dan kecintaan
terhadap bangsa. Sepandai apapun siswa, penanaman akhlak mulia dan jiwa
nasionalisme itu jangan sampai terlupakan. Sebab Indonesia sangat menanti anak
bangsa yang berkualitas dengan cerdas, handal, berakhlak mulia dan memiliki
nasionalisme yang tinggi.*)
No comments:
Post a Comment