Peristiwa isra’
mi’raj bagi umat Islam menjadi sejarah berharga yang tidak bisa dilupakan
begitu saja. Tanggal 27 bulan rajab selalu diungkap kembali perjalanan suci
Sang Nabi berjalan dari Masjidil Haram Makkah hingga ke Masjid Al Aqsha
Palestina dan berlanjut naik ke tujuh titik langit hingga mustawa. Itu
dilakukan oleh Nabi hanya dalam waktu semalam. Sebuah uraian sejarah yang
memang tidak bisa diukur dengan rasio murni, maka dalam al-Qur’an
mengisahkannya dengan kalimat Subhana, Maha Suci, sebagai tanda ini
kisah aneh dan menakjubkan.
Isra’ mi’raj
ini juga menjadi sebuah momentum spesial bagi Nabi Muhammad setelah ditinggal
wafat oleh istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib. Tahun kesedihan (‘am
al-khuzn) yang menimpa Nabi tergantikan oleh isra’ mi’raj dengan
mempertemukan dengan para Nabi pendahulu dan bertemu dzat yang Suci. Maka
disinilah letak harmoni peristiwa ini yang menyatukan generasi Nabi baru dengan
para pendahulunya.
Dari proses
yang berjalan inilah dapat diambil empat hikmah perjalanan isra’ mi’raj ini. Pertama,
bahwa agama Islam menegaskan pentingnya shalat lima waktu dengan proses
negosiasi dan nasehat dari Nabi pendahulu Muhammad. Artinya kewajiban shalat
umat Islam yang semula 50 waktu disederhanakan menjadi 5 waktu adalah berkat
masukan-masukan Nabi pendahulu. Ini menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama
yang memahami kemampuan para umatnya. Begitu pula Nabi senior juga melihat
secara nyata kekuatan yang dimiliki umat setelah-setelahnya yang memiliki
kemampuan fisik dan psikis yang berbeda.
Kedua,
Islam menjadi agama yang kaya dengan nasehat dengan hiburan spiritual. Ketika
seorang kekasih Allah berada dalam kesedihan, maka Allah secara cepat
menghiburnya. Ini menjadi gambaran nyata bahwa Islam sangat membenci kesedihan
dan mendorong kebahagiaan. Termasuk kebahagiaan ini menjadi bekal perjuangan
lanjutan Nabi Muhammad dalam memperjuangkan agama Islam. Tanpa keceriaan dan
kebahagiaan yang dimiliki Nabi Muhammad maka perjuangan Islam akan tetap larut
dalam kesedihan.
Ketiga,
agama Islam menuntut kadar keimanan yang sangat tinggi. Ketika orang menuntut
untuk merasionalisasi semua ibadah dan sejarah agama, maka Islam menguji
keimanan dengan kisah perjalanan semalam Nabi Muhammad ini. Bagi yang kadar
iman agamanya lemah, maka akan menyatakan kisah ini adalah impian belaka. Akan
berbeda jika orang tersebut memiliki kadar iman tinggi, maka isra’ mi’raj
adalah benar adanya.
Dan keempat,
amal shaleh akan didapatkan dengan penuh perjuangan. Dakwah Nabi yang sudah
berjalan memang tidak mudah dijalani. Hujatan, hinaan dan peperangan fisik
selalu dihadapi oleh Nabi secara sabar. Buah dari perjuangan itulah, agama
Islam mampu dipeluk dan diyakini oleh umat dunia hingga sekarang. Peristiwa
isra’ dan mi’raj ini menjadi bukti nyata bahwa perjuangan Nabi sangatlah besar
dan hari ini umat Islam sudah merasakan perjuangan itu.
Dari rentetan
sejarah panjang ini, isra’ mi’raj mampu memberikan keharmonisan dalam tiga
sisi: harmoni individu beragama, harmoni antar umat Islam dan harmoni lintas
iman. Harmoni individu yang dimaksudkan adalah bagaimana Nabi Muhammad diberi
kekuatan oleh Allah dalam perjalanan suci ini dengan penuh kesadaran dan
keimanan. Harmoni individu lainnya adalah menuntut pribadi umat Islam untuk
memperkokoh tali keimanannya dalam melihat sejarah. Karena memang terkadang
agama itu tidak rasional dan harus tetap diyakini oleh para pemeluknya.
Adapun harmoni
antar umat Islam ini mengajak terhadap seluruh umat Islam dalam memaknai
peristiwa isra’ mi’raj ini tidak hanya sekedar perjalanan Nabi. Tetapi
peristiwa ini diartikan secara lebih luas sebagai penyucian diri setelah
perjuangan lama untuk menuju pintu perjuangan baru. Ketika Nabi merasakah titik
jenuh dan dalam kondisi terkena musibah, maka Allah memberikan arahan dalam
membersihkan diri kembali. Oleh sebab itu, jika umat Islam mampu memahami
peristiwa besar ini, maka harmoni ini akan terwujud dengan baik.
Sedangkan
harmoni lintas iman dalam kisah isra’ miraj ini mengantarkan bagaimana adanya
penghormatan terhadap kisah agama Islam ini yang juga dibaca oleh umat agama
lainnya. Jika tidak ada harmoni lintas iman ini, maka umat non Islam cenderung
menyebut isra’ mi’raj sebagai legenda fiksi. Namun dengan adanya harmoni lintas
iman, maka umat agama lain mampu memahami ini sebagai fakta sejarah.
Sebagaimana umat Islam melihat sejarah-sejarah agama lainnya yang juga
menyimpan banyak kisah unik yang tidak rasional.
Dari sinilah
dapat diambil benang merah bahwa isra’ mi’raj dapat dijadikan sebagai lembaga
harmoni yang menyatukan antara agama, budaya dan keserasian hidup. Bahwa agama
mempunyai Tuhan dan orang suci (Nabi), maka Nabi Muhammad juga dipertemukan
dalam isra’ dan mi’raj ini. Budaya Arab yang sangat menjunjung tinggi suku juga
dipadukan oleh Nabi Muhammad. Dan keserasian hidup juga dijalani oleh Nabi
Muhammad di dalam proses perjuangan sebelum dan sesudah peristiwa isra’ mi’raj
dengan tetap semangat mengajarkan Islam rahmatan lil ‘alamin, agama yang
mampu menjalin harmoni dengan siapapun dengan prinsip multikultural.*)
No comments:
Post a Comment