Berat rasanya
membangun kerukunan agama di masa sekarang. Yang di rasa berat bukan kerukunan
antar umat beragama, tapi antar umat seagama. Kenapa demikian? Akhir-akhir ini
gerakan transnasional yang dengan mudah mengkafirkan orang Islam. Sebuah
gerakan Islam radikal yang memaknai agama dengan lapis teks. Siapapun yang
berbeda dengannya dengan mudah disebut kafir dan halal darahnya.
Jika kondisi
ini dibiarkan, maka Indonesia akan menjadi Timur Tengah. Tiap hari yang terjadi
perang antar umat Islam. Kondisi yang semacam itu harus diantisipasi dengan
baik. Bagaimana keutuhan NKRI dijaga bersama-sama. Perbedaan paham agama bukan
menjadi persoalan yang harus dipertajam dengan konflik dan perang.
Alangkah
kacaunya negara ini jika diganggu sekelompok orang yang berusaha membuat gaduh
di dalam negeri. Masih banyak agenda-agenda kehidupan beragama yang harus
diselesaikan. Bukan justru memperuncing perbedaan pandangan menjadi isu-isu
sparatis. Dilema semacam ini sudah seharusnya segera diakhiri dan dipupuk
bersama.
Islam Damai
Untuk membuat umat
Islam rukun, maka ukhuwah islamiyyah itu perlu ditegakkan kembali. Makna
ukhuwah islamiyyah tidaklah sependek hanya sekedar rukun. Makna inti
dari ukhuwah islamiyyah adalah sehati, seiya sekata, selangkah,
seperjuangan dalam beragama dan bernegara. Sebagai umat agama mayoritas di
Indonesia, Islam punya dua tanggung jawab.
Pertama,
tanggung jawab merukunkan umat Islam. Jika Islam di Indonesia belum mampu rukun
dan guyub, maka ia gagal sebagai agama sosial. Islam hanya sukses
menjadi agama teologis yang bersifat parsial. Sehingga perlu sekali membuat
jalinan agama Islam yang kokoh walaupun terdapat perbedaan-perbedaan. Sebab
paham agama Islam, sejak zaman wafatnya Rasulullah memang mengalami perbedaan.
Dan itu sangat wajar sekali.
Dan kedua,
tanggung jawab merukunkan bangsa Indonesia. Islam punya tanggung jawab besar dalam
mendamaikan Indonesia. Oleh sebab itu, berawal dari kedamaian Islam, maka
Indonesia akan damai. Termasuk bagaimana Islam memberikan perlindungan kepada
agama minoritas agar bisa hidup saling menghargai dan tidak saling mengganggu
keyakinan masing-masing.
Hakikat orang
hidup memang selalu dihadapkan dengan perbedaan. Jarang sekali hidup yang serba
seragam. Oleh sebab itu, perbedaan sebagai sebuah realitas perlu didudukkan
dengan baik. Salah satu upaya untuk itu adalah dengan seringnya mencari titik
kesamaan dalam perbedaan itu. Sebab di balik perbedaan pasti selalu ada yang
sama, walaupun sangat minim.
Sadar Pengetahuan
Yang banyak
menjadi sorotan dalam hal memaknai perbedaan itu adalah hanya persoalan
pengetahuan. Semakin dangkal pemahaman seseorang, maka ia akan seenaknya
sendiri agama. Namun bagi yang luas pengetahuan agamanya, ia akan berusaha
memahami titik-titik persamaan dan perbedaan dalam hal agama. Untuk
menggambarkan kriteria masyarakat, Imam Al Ghazali sudah membuat empat kategori
manusia:
Pertama,rojulun
yadri wa yadri annahu yadri, manusia yang tahu dan sadar akan
pengetahuannya. Model orang pertama ini membuat dunia mudah tersenyum dan cepat
merespon pertimbangan-pertimbangan agama. Ilmu pengetahuan yang dimilikinya
akan membuat Indonesia semakin maju. Yang jelas bahwa dirinya mempunyai
kemampuan dan diimbangi dengan pengetahuan untuk memajukan agama dan negara.
Kedua,rojulun
la yadri wa yadri annahu la yadri, manusia yang tidak tahu dan sadar kalau
dia tidak tahu. Model kedua ini membuat bangsa stagnan, tetapi tidak dirusak
olehnya. Atas kesadaran yang dimiliki dengan tanpa bekal pengetahuan, orang
semacam ini cenderung tunduk dan patuh. Bahkan ia akan selalu menanti
masukan-masukan positif agar dirinya yang semula tidak tahu menjadi tahu.
Ketiga,rojulun
yadri wala yadri annahu yadri, manusia yang tahu dan tidak sadar akan
pengetahuannya.Disini mulai terjadi gejolak psikologis, dimana pengetahuan yang
dimiliki hanya untuk individu dan kelompok. Struktur masyarakat luas tidak
mampu direspon dengan baik. Dalam otaknya yang dipikir adalah egoisme sesaat,
tanpa peduli memfitnah, merusak dan menghancurkan orang lain. Sebab
kesadarannya belum seimbang oleh perilakunya.
Dan keempat,rojulun
la yadri wa la yadri annahu la yadri, manusia yang tidak tahu dan tidak
sadar kalau dia tidak tahu. Model terakhir ini yang akan membuat negara
berantakan. Bahwa banyak orang yang tidak berpengetahuan tetapi merasa
berpengetahuan. Ia merasa mampu menangani persoalan, tetapi justru akan membuat
persoalan. Dalam hal pengetahuan agama, ini sangat tidak sehat. Dimana saat ada
orang yang tidak paham agama, tetapi tampil di depan orang banyak sok tahu
agama. Jadinya agama yang fanatik buta.
Hakikat model
empat manusia ini akan membuat dunia melahirkan sekian banyak pemahaman,
termasuk paham agama. Ketika masuk pada model pertama dan kedua, paham agama
akan cenderung polos dijalankan. Namun berbeda dengan model ketiga dan keempat
yang berpotensi membuat kehidupan agama semakin runyam. Oleh sebab itu,
bagaiman kelompok pertama itu mampu mengajak kelompok tiga lainnya menjadi
sepertinya.
Disinilah
semestinya Islam hadir dengan segala ilmu pengetahuannya. Ilmu pengetahuan
disebarluaskan secara massif agar umat Islam menjadi pintar dan cerdas. Pintar
dalam hal beribadah untuk tunduk pada perintah Allah. Dan cerdas dalam merespon
problema sosial dan keagamaan secara baik. Sebab agama Islam tidak semata-mata
agama wahyu yang disebarkan tanpa makna. Islam adalah agama sosial yang
dihadirkan untuk bersanding dengan agama lainnya sebagai penyempurna.
Jangan justeru
menghadirkan Islam dengan penuh kebencian, kegarangan dan kekerasan. Kalau itu
yang dihadirkan, berarti pesan Rasulullah SAW untuk menjadikan Islam rahmatan
lil ‘alamin akan lepas dan tidak dijalankan. Dimana Islam rahmatan lil
‘alamin adalah pengetahuan Islam diperkuat untuk membela agama Allah dan
mampu hidup bersama dalam perbedaan. Sebab perbedaan itu nyata adanya di dunia.
Lakum dinukum waliya din, bagimu agamamu dan bagiku agamaku, demikian
Allah menunjukkan perbedaan itu untuk dijaga harmoninya.*)
No comments:
Post a Comment