Menjalani Bulan Kesabaran


Bulan Ramadan terasa nikmat. Puasa pun tidak terasa berat. Kira-kira itulah gambaran ibadah para muslim yang paham hakikat puasa. Dimana puasa merupakan aktivitas menahan lapar, dahaga, seksual dengan penuh keikhlasan. Artinya, agama Islam tidak memaksa hambanya. Anak-anak, musafir, orang sakit, menyusui, datang bulan dan udzur lainnya boleh tidak berpuasa, dengan menggantikan di hari lainnya.
Seorang sabahat bernama Salman Alfarisi menyebutkan kisah khutbah Nabi Muhammad. Saat akhir bulan Sya’ban, Nabi menyampaikan khutbah: “Wahai para manusia, telah datang bulan mulia dan penuh keberkahan. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih mulai dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa sebagai ibadah fardlu, ibadah malam terhitung sunnah, ibadah sunnah berpahala fardlu dan ibadah fardlu dilipatgandakan menjadi tujuh puluh pahalanya”.
Pesan Nabi itu memiliki arti yang sangat luar biasa. Ada tiga makna yang dapat diambil dari pesan hikmah menutup bulan Sya’ban itu. Pertama, sebutan Ramadan sebagai syahrun adzimun mubarakun, bulan mulia penuh keberkahan adalah predikat yang sangat berarti. Bulan hijriyah kesembilan ini memang tidak seperti bulan Islam lainnya. Mulia karena di dalamnya banyak ibadah yang spesial. Berkah sebab ramadan memberikan harapan hidup bahagia dunia akhirat.
Kedua, ada bonus ibadah yang bernama lailatul qadr (malam mulia). Malam ini diyakini lebih mulia dari seribu bulan (83 tahun dan 4 bulan) bagi yang menjalani ibadah. Dan Islam tidak mengancam dengan melipatgandakan dosa bagi yang maksiyat. Itulah keindahan Ramadan yang memberi peluang pahala besar. Dan malam ini pun sangat dirahasiakan. Tidak semua orang tahun kapan malam seribu bulan itu hadir. Namun para ahli hadis dan ulama memberikan ciri-ciri khusus malam mulia itu di sepuluh hari akhir Ramadan.
Dan ketiga, Islam menggelar festival ibadah yang sangat longgar. Dan ibadah inipun berbeda pahalanya dibanding dengan 11 bulan lainnya. Oleh sebab itu, kehadiran Ramadan selalu dibarengi dengan semangat beribadah karena janji pahala tujuh ribu. Sehingga semua tempat ibadah menjadi penuh dan kebaikan disebar dimana-mana. Kondisi semacam ini membuat penghayatan agama semakin meningkat. Semua orang muslim berubah menjadi rajin dan taat. Padahal di bulan lainnya, ibadah utama hanya yang wajib.
Jadi wajar sekali kemuliaan dan keberkahan Ramadan itu tercermin dengan baik. Tidak ada satu pun orang muslim yang tidak bangga dengan Ramadan. Kalaupun ada, berarti itu muslim yang belum memiliki prediket taqwa. Artinya, puasa dan Ramadan belum bisa dijalani bersama.Puasa telah dipisahkan dari substansi Ramadan. Sehingga Ramadan dipikirnya tidak memiliki makna spesial. Maka dari itu, Ramadan butuh satu hal, yakni kesadaran diri.
Dengan kesadaran diri inilah Islam menyebut Ramadan sebagai bulan kesabaran. Jika Ramadan tidak dihadiri bersama dengan kesabaran, maka nilainya menjadi negatif. Salman Alfarisi menyebutkan bahwa Rasulullah memberi nama Ramadan sebagai bulan kesabaran, bulan banyak pertolongan dan bulan rejeki. Sabar dalam dimensi agama diartikan sebagai tahan menerima aturan ibadah dan selalu tenang dalam kondisi apapun.
Hakikat sabar dalam Islam disebutkan: al-sabru syaja’atun, sabar itu berani. Berarti jika orang Islam itu bersabar dalam menghadapi Ramadan, itulah orang yang gagah dan berani. Gagah dalam arti kuat mengikuti ajaran Islam. Dan berani untuk menjadi pejuang agama dengan gelar muttaqin (orang yang benar-benar bertaqwa). Jadi, bagi muslim yang belum bisa menikmati Ramadan berarti gagal menjadi pejuang dan tidak sabar.

Buah dari kesabaran yang dimiliki akan membuat Ramadan melahirkan banyak pertolongan. Semua orang ikut berdo’a dan hidupnya semakin mudah. Termasuk kesabaran Ramadan ini akan membuat rejeki mengalir. Itulah keberkahan Ramadan yang dirasakan bagi mereka yang sabar dalam beribadah dan beramal.*)

No comments:

Post a Comment

@mrikzachamami