Menjadikan Johar Sebagai Pasar Pendidikan

Pasar Johar kini tinggal kenangan. Demikian dinyatakan oleh sebagian masyarakat yang melihat bangunan pasar kuno karya arsitek Belanda, Herman Thomas Karsten yang berdiri sejak 1937 dilalap api. Suara Merdeka edisi Senin Kliwon (11/5/2015) memuat berita “Johar, Sebuah Kampung Besar” yang berakhir dengan sebuah pertanyaan: Akankah Johar bisa kembali bangkit setelah terbakar? Itulah yang harus dijawab oleh pemerintah dan masyarakat saat ini.
Banyak orang yang sangat menyayangkan kebakaran ini. Apalagi kebarakan itu berdekatan dengan musim panen dagangan menjelang ramadan dan lebaran. Namun siapa bisa menolak kebakaran yang sudah terjadi. Yang perlu ditata saat ini adalah menata segala hal yang terkait dengan psikologi pedagang terkena dampak kebakaran, mencarikan pinjaman modal dagang tanpa bunga dan atau berbunga ringan, komunikasi intens antara pedagang dengan pemerintah hingga pencarian lahan sementara untuk berdagang.
Pasar besar di kota Semarang ini memang sangat unik. Bangunan dengan kolom cendawan yang menjadi ciri khasnya menyajikan aneka dagangan yang sangat lengkap. Wajar sekali jika kemasyhuran Johar sudah tidak diragukan lagi. Dengan sifatnya sebagai pasar tradisional, tentunya membuat harga jualnya relatif murah dan terjangkau semua kalangan.
Maka tidak aneh jika mengunjungi pasar Johar, berjajar mobil mewah yang menunjukkan pembeli dari kalangan elit dan pembeli biasa yang memakai pakaian serba sederhana dan naik becak atau angkot. Disinilah masyarakat kelas menengah dan kawulo alit bertemu dalam langgam bisnis pasar tradisional. Suasana pasar ini menjadi ramai, sebab pedagang eceran dan grosiran berkumpul menjadi satu dengan aneka tawaran harga yang serba rendah dan masih bisa terjual kembali di pasaran luar.
Terlepas dari itu, kesan pasar Johar kumuh, pedagangnya galak, suka main harga tawar tinggi, banyak copet dan kurang nyaman memang terjadi. Jika dilihat dari struktur bangunan memang pasar ini sudah sangat tua sekali. Tahun 1990 sudah diajukan renovasi, namun hingga kini rencana itu hanya menjadi isapan jempol. Kondisi bangunan yang sudah tidak layak ini menjadi tidak nyaman dilihat karena kebersihannya tidak terjaga sehingga kesan kumuh itu muncul. Belum lagi jika musim rob dan hujan turun, masuk Johar sudah tidak lagi nyaman karena terendam air dan bau busuk menyengat.
Para pedagang di pasar Johar mayoritas dihuni oleh pedagang senior yang turun temurun. Model penawaran harganya juga terkadang seenaknya sendiri dan cenderung tinggi. Apalagi yang membeli adalah orang asing atau orang yang tidak dikenal. Istilah “Johar larang-larang, ati-ati nek blonjo kudu ngenyang” (harga pasar Johar mahal, kalau belanja perlu hati-hati dan harus menawar harganya) masih dipegang oleh masyarakat. Maka bagi pembeli yang sudah ahli belanja, jika ke Johar langsung menggunakan pasword: dijual lagi atau tanya harga grosirnya berapa. Dengan strategi itu, maka pembeli akan dihormati oleh pedagang.
Di sisi lain, kesan Johar banyak preman dan copet yang membuat orang tidak nyaman berbelanja juga masih ada. Termasuk penataan parkir yang tidak rapi juga menjadi salah satu masalah yang belum pernah terselesaikan. Jadi pasar tradisional di tengah kota besar yang sangat bersejarah ini memang sudah seharusnya ditata rapi—tanpa membuang identitas pasar tradisional yang menyajikan harga murah dengan kualitas tinggi. Untuk menjadikan Johar kembali bangkit perlu dituangkan sebuah gagasan Johar sebagai pasar pendidikan.

Yang dimaksudkan pasar pendidikan adalah pranata bisnis tradisional yang dikelola dengan manajemen modern berbasis kearifan lokal dengan kandungan nilai pendidikan tinggi Pasar pendidikan juga mampu menjadi tauladan bersama dalam hal kedisiplinan dan kebersihan. Termasuk pasar ini menjaga kejujuran pedagang dan pembeli, penguatan ekonomi berbasis syariah, muatan kegiatan agama para pedagang, forum arisan yang menyatukan pedagang. Dan tentunya pasar ini masih mempertahankan sebagai pusat bisnis aneka ragam kebutuhan pendidikan, seperti: buku kuno, buku baru dan perlengkapan pendidikan lainnya yang sangat lengkap.
Jika Johar mampu menciptakan yang demikian maka, pasar ini akan bangkit dengan semangat baru pasca kebarakan. Untuk mewujudkan pasar ini sebagai pasar pendidikan, ada lima hal yang harus dilakukan.
Pertama, kekompakan visi pemerintah dan pedagang. Hal ini sangat mutlak dibutuhkan. Jika pemerintah mempunyai ambisi merenovasi sementara pedagang selalu menolak, maka impian menjadikan Johar sebagai pasar bermodel baru tidak akan terwujud. Pedagang mempertahankan ego bahwa Johar masih layak dan mampu menyumbang pendapatan kota dengan besar, sedangkan pemerintah ingin ada penataan. Problem ini tidak akan selesai jika tidak ada kesamaan visi. Saat inilah waktu yang tepat untuk menyatukannya.
Kedua, desain bangunan pasar perlu ditata dengan lebih rapi. Akan tetapi jika sudah dibangun, jangan sampai para pedagang dibebani dengan iuran yang tidak terjangkau. Termasuk perlunya desain Johar yang bebas banjir, bebas bau busuk, rapi, nyaman dan ramah lingkungan.Termasuk yang sangat mendesak adalah tata bangunan yang bebas dari konsleting, sehingga kekhawatiran kembali terbakar sejak dini perlu dihindari.

Ketiga, perlu mengutuhkan identitas Johar sebagai pusat perdagangan yang murah dan terjangkau semua kalangan. Termasuk mempertahankan identitas pusat dagangan pendidikan dan mendapatkan kios-kios khusus pernak-pernik pendidikan. Keempat, mengembangkan prinsip ekonomi syariah yang saling menguntungkan pedagang dan pembeli. Dan kelima, membuat Johar kembali bangkit dengan menyabet kembali gelar sebagai pasar terbesar dan terbaik di Asia Tenggara sebagaimana kejayaan 1955. Jika lima hal itu mampu dilaksanakan dengan baik, maka Johar akan kembali bangkit sebagai pasar pendidikan yang mengedukasi seluruh negeri.

No comments:

Post a Comment

@mrikzachamami